Greenback menguat tajam terhadap beberapa mata uang utama rival-rivalnya pada hari ini, Selasa (5/7), ditopang oleh kenaikan imbali hasil (yield) obligasi (Treasury) AS. Sementara, Euro terjungkal ke level terendah 2 dekade terhadap USD, menyusul meningkatnya kekhawatiran terhadap ancaman resesi di kawasan mata uang tunggal tersebut.
Hingga pukul 22:54 WIB, Indeks Dolar AS yang mewakili kekuatan Greenback terhadap sejumlah mata uang utama lainnya terpantau menguat tajam 1.39% di kisaran level 106.61. Di saat bersamaan, EUR/USD tercatat anjlok 1.54% di kisaran 1.0257.
Dolar AS mendapat dukungan kenaikan imbal hasil Treasury AS tenor 10 tahun yang rebound kuat melewati level 2,95% setelah dibuka kembali dari hari libur Independence Day (Senin, 4 Juli) kemarin.
Sedangkan, Euro merosot karena lonjakan terbaru harga gas Eropa yang menambah kecemasan atas ancaman resesi di kawasan itu. Lonjakan harga gas alam sebesar 17% di Eropa dan Inggris tampaknya akan mendorong inflasi yang lebih tinggi lagi.
Kondisi tersebut diperburuk oleh pernyataan pimpinan Bundesbank (bank sentral) Jerman, Joachim Nagel, pada Senin (4/7) yang mengecam rencana European Central Bank (bank sentral Uni Eropa/ECB) untuk mencoba melindungi negara-negara (anggota Uni Eropa) berhutang tinggi dari lonjakan suku bunga pinjaman.
Analis MUFG, Derek Halpenny, mengatakan: “Ini akan terus menjadi sangat sulit bagi mata uang Euro untuk bangkit dengan cara apa pun yang berarti, dengan lonjakan harga energi dan terutama risiko terhadap pertumbuhan ekonomi.”