IHSG: Proyeksi 2022

Pasar saham di Tanah Air sukses membukukan kinerja positif di sepanjang 2021. Ini tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencatatkan kenaikan 10% secara year-to-date (ytd).

Akan tetapi, kinerja IHSG bisa dibilang kurang berotot jika dibandingkan bursa saham negara lain di Asia Tenggara. Kinerja IHSG masih kalah dengan Straits Times (Singapura) yang naik 10,13% dan SETi (Thailand) yang terapresiasi 14,38%. Sedangkan, juara indeks saham tahun 2021 adalah VN-Index (Vietnam) yang melesat 34,61%.

Meski begitu, jumlah investor pasar modal Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan di masa pandemi. Data BEI mencatat, jumlah investor pasar modal mencapai 7,47 juta orang hingga akhir Desember 2021. Dari jumlah tersebut, jumlah investor saham mengalami kenaikan 1,7 juta orang menjadi 3,4 juta investor.

Direktur Bursa Efek Indonesia (BEI), Inarno Djajadi, mengatakan pertumbuhan tersebut ditopang bertambahnya jumlah investor ritel, terutama generasi Z dan milenial. Tercatat, jumlah investor muda di bawah usia 40 tahun tumbuh 88 persen sepanjang tahun 2021, atau naik 1,51 juta orang.

Sementara itu, pelaku pasar optimis ekonomi RI bisa tumbuh dengan laju 5% seperti sebelum masa pandemi. Dengan proyeksi tersebut, beberapa analis lokal maupun asing memperkirakan IHSG bakal mencatatkan kinerja yang positif di tahun 2022.

Secara historis dalam dua dekade terakhir, median return IHSG memang cenderung positif di angka 15%. Jika menggunakan angka ini untuk target upside IHSG tahun depan maka IHSG bisa mencapai level 7.590 dengan mempertimbangkan level penutupan akhir tahun ini di 6.581.

Namun, ada beberapa faktor yang juga diwaspadai analis dan investor saham, yakni pandemi dan inflasi.

Seperti diketahui, Covid-19 varian Omicron dalam kurun waktu kurang dari dua bulan sudah menyebar ke 100 negara. Penularan yang tinggi tentu menjadi risiko bagi pemulihan ekonomi.

Dari sisi inflasi, kenaikan harga di level produsen dan konsumen yang tak kunjung mereda bisa mencekik perekonomian. Saat inflasi tinggi, bank sentral akan cenderung mengetatkan kebijakan moneternya dengan menaikkan suku bunga. Ketika suku bunga dinaikkan, pasar saham jadi cenderung melemah.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *